KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
DALAM PERUSAHAAN DAN PRODUKTIVITAS KERJA
Oleh Sylvia Kurniawati Ngonde, I Wayan Carma & Steven Tanumiharja
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala
Abstrak
Komunikasi yang terjadi dalam perusahaan memiliki nilai sosial dan budaya yang dibentuk para pelakunya untuk mencapai misi dan visi. Interaksi sosial dari struktur jabatan yang ada dapat membentuk hubungan seimbang atau sebaliknya, dengan adanya pemahaman latar belakang budaya yang terwujud pada pola perilaku tertentu. Oleh karena itu, hubungan manusia dalam perusahaan dapat membangun keberadaan relasi sosial yang kokoh dengan pendekatan afektif dan intensif, didasarkan pola interaksi antar budaya yang heterogen. Kondisi tersebut, dapat meminimalkan hambatan berkomunikasi untuk menterjemahkan perbedaan maksud dan pola interaksi individu dalam mewujudkan hasil suatu tujuan tertentu.
Penggunaan komunikasi dalam perusahaan memerlukan kemandirian untuk membangun proses pemaparan ide dan menjalin relasi yang kokoh dengan latar belakang budaya yang telah dimiliki setiap individu. Selain itu pula, berkomunikasi di dalam perusahaan memerlukan variasi berinteraksi secara verbal dan non verbal dengan menggunakan pola budaya yang telah dimiliki perusahaan. Adanya intensitas yang dalam untuk berkomunikasi bagi setiap individu bermanfaat membentuk pemahaman bersama, supaya dapat mewujudkan tujuan. Di samping itu, pengembangan relasi yang dinamis antar individu, dapat menumbuhkan pengertian dan melaksanakan perubahan budaya yang tercermin pada wujud bahasa dan perilaku. Kondisi tersebut, memudahkan individu untuk membentuk jaringan yang bersifat heterogen dari struktur sosial, jabatan dan latar belakang budaya.
Makalah ini mendeskripsikan tentang komunikasi antar budaya dalam perusahaan yang efektif untuk dapat menghasilkan produktivitas kerja yang optimal. Oleh karena dengan perkembangan dunia usaha yang cepat dan luas, tanpa batas jarak wilayah atau daerah, serta bebas waktu; memerlukan pemahaman dan penerapan interaksi sosial dengan fokus pada komunikasi yang bersifat multi budaya secara tepat.
Latar Belakang
Komunikasi memegang peran yang sangat penting dalam suatu interaksi sosial, oleh karena berpengaruh dalam dunia kerja. Tempat kerja merupakan suatu komunitas sosial yang memfokuskan pada peran dari komunikasi, sehingga aktivitas kerja dapat dioptimalkan.
Penggunaan komunikasi baik secara verbal maupun secara non-verbal berpengaruh cukup besar pada lingkungan kerja yang diwujudkan dalam visi serta misi dari perusahaan dan membentuk suatu mata rantai dari hirarki/ struktur perusahaan. Secara tidak langsung dibutuhkan suatu komunikasi yang efektif dalam menggerakkan jalannya perusahaan, semakin efektif komunikasi yang dibina dalam tiap-tiap devisi, maka semakin produktif perilaku karyawan dalam menjalankan pekerjaannya.
Dewasa ini, di era keterbukaan membina hubungan dengan pihak luar negeri, membuka peluang tenaga kerja dari luar Indonesia, yang secara tidak langsung berpotensi menimbulkan suatu persoalan adaptasi budaya kerja dan komunikasi dalam perusahaan. Seperti, kendala penggunaan bahasa dan bagaimana mensosialisasikan budaya kerja pekerja asing yang mempunyai posisi sebagai atasan kepada para bawahannya yang memiliki latar belakang budaya yang jelas berbeda, sehingga mampu mengoptimalkan produktivitas kerja.
Komunikasi Dalam Budaya Kerja Perusahaan
Membahas tentang masalah organisasi atau perusahaan, maka manusialah yang menjadi subyek utama dalam menjalankannya. Secara esensial hubungan antara dua orang atau lebih dengan memiliki kepentingan bersama dapat disebut sebagai organisasi, dalam suatu perusahaan dapat dipastikan bahwa kepentingan bersama tertuang dalam visi serta misi dari perusahaan tersebut.
Dalam memahami organisasi yang perlu diperhatikan adalah dua pola struktur pokok yang formal (direncanakan, dikehendaki melalui lini-lini resmi otoritas dan tanggung jawab) dan informal (suatu sistem dadakan, tidak terstruktur dan menurut kebutuhan tertentu). Akan tetapi dalam penulisan ini lebih ditekankan pada pola yang formal, di mana perusahaan merupakan pokok bahasannya.
Ada dua tipe hubungan manusiawi penting yang bersifat organisasional yaitu :
1. Hubungan antara manajer dan pekerja
2. Hubungan antara pekerja itu sendiri
Hubungan manusiawi dalam konteks dunia kerja perlu mendapatkan fokus yang utama, sebab merujuk pada setiap perbaikan dalam prestasi kerja yang jelas akan berpengaruh pada produktivitas. Secara tidak langsung kita berbicara tentang mutu dari kehidupan kerja (Quality of work life), bagaimana lingkungan kerja dapat memenuhi kebutuhan karyawan serta mengadopsi nilai-nilai kerja karyawan sehingga dapat membentuk suatu kesatuan yang utuh dalam mencapai tujuan bersama.
Tidak dapat dipungkiri adanya suatu interaksi kebutuhan dalam suatu perusahaan antara kebutuhan dari perusahaan itu sendiri dengan kebutuhan karyawannya. Setiap karyawan memiliki kebutuhan pribadi yang secara tidak langsung masuk dalam kehidupan kerjanya (kebutuhan materi, sosial dan psikologis). Hal tersebut sangat mempengaruhi motivasi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, dari sinilah dapat dipahami perilaku-perilaku manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan.
Kebutuhan untuk berkomunikasi dengan harmonis, untuk menyelaraskan ide memerlukan word-of-mouth (WOM) communications, individuals sharing information with other individuals, seperti yang dijelaskan oleh Hawkins, dkk (1998:238) bahwa kekuatan yang besar dan mampu berperan penting dalam pengambilan keputusan dan kesuksesan menjalankan usaha dengan menekankan kedekatan personal dan pemahaman karakter budaya secara individu.
Kondisi tersebut, memiliki hubungan dengan persepsi yang menyangkut jauh lebih banyak dari apa yang dilihat oleh mata. Oleh karena, setiap manusia memiliki perbedaan persepsi, yang dapat kita lihat dari berbagai macam pendapat yang terlontar dalam menanggapi suatu peristiwa tertentu. Persepsi merupakan suatu unsur penting dalam perilaku berorganisasi (dalam perusahaan) yang digunakan untuk memperoleh citra mental dari lingkungannya.
Komunikasi merupakan suatu proses dua arah yang menghasilkan transmisi informasi dan pengertian antar individu (baik secara verbal maupun non-verbal). Dalam komunikasi unsur terpentingnya adalah bahasa (verbal) dan hal tersebut merupakan suatu medium khas-budaya. Selain berkomunikasi melalui bahasa, kita juga berkomunikasi dengan cara non-verbal seperti : bahasa tubuh, lambang non-verbal, perasaan, dsb. Komunikasi secara efektif dalam suatu perusahaan sangat diperlukan, yang untuk mencapainya perlu diperhatikan faktor-faktor penghambatnya. Seperti salah satu unsur terpenting adalah persepsi yang berbeda. Tidak setiap orang dapat/ mampu menerima pesan/ menafsirkannya sama seperti yang dimaksudkan. Melalui komunikasi inilah kebutuhan individu untuk berafiliasi dengan orang lain/rekan sejawat dapat terpenuhi.
Unsur motivasi secara umum adalah need/kebutuhan, drive/faktor pendorong serta adanya goal/tujuan akhir, sedangkan perilaku yang dilakukan oleh individu merupakan konsekuensi dari pencapaian tujuan untuk memenuhi kebutuhannya (need). Dalam dunia kerja salah satu tujuan yang pokok bagi individu adalah memenuhi kebutuhan fisiologis, dan hal ini yang mendorong individu untuk bekerja di mana tidak lain sebagai wujud dari pemenuhan kebutuhan tersebut. Setelah kebutuhan dasar ini terpenuhi maka secara tidak langsung akan menjadi pemicu untuk membuka kebutuhan-kebutuhan yang lainnya (hirarki kebutuhan Maslow).
Kebutuhan individu akan achievement/prestasi merupakan salah satu faktor dominan dalam dunia kerja di mana individu dapat merasakan bahwa apa yang dikerjakannya dihargai dan memberikan suatu masukan yang berarti bagi perusahaan dan hal ini bergantung kepada sejauh mana motivasinya untuk meraih kesuksesan, kemungkinan mendapatkan kesuksesan, serta penghargaan yang diberikan oleh perusahaan.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan-kebutuhan individu inilah yang menjadi faktor pendorong individu dalam bekerja/perilaku organisasi. Melalui pemahaman di atas akan kebutuhan-kebutuhan manusiawi dapat diciptakan suatu iklim dalam dunia kerja yang mampu memotivasi individu untuk terus berkarya secara optimal. Di samping kebutuhan-kebutuhan tersebut, individu juga memiliki harapan/expectancy terhadap apa yang telah ataupun akan dikerjakan. Keadaan tersebut juga perlu mendapatkan perhatian yang serius di mana individu secara psikologis merasakan kepuasan dalam melakukan pekerjaan jika harapannya sesuai dengan apa yang diterima setelah menyelesaikan suatu pekerjaan, di mana hal ini berpengaruh dengan kinerja individu untuk dapat melakukan pekerjaan lainnya.
Experience Case di Industri Perhotelan Internasional Change
1. Gap Analysis Pekerja Asing Dengan Pekerja Lokal
Untuk memahami secara lebih utuh bagaimana sebaiknya yang harus kita lakukan saat bekerja sama dengan pekerja asing, terlebih dahulu kita akan lihat apa yang disebut analisa kesenjangan (gap analysis) dari beberapa faktor seperti grafik di bawah ini :
Grafik Analisa Kesenjangan (Sebuah Ilustrasi)
Dari ilustrasi tersebut, dapat dilihat dari segi skill dan knowledge, sebetulnya kita boleh berbangga karena relatif kecil kesenjangannya. Kesenjangan tersebut, seharusnya mudah diselesaikan dengan proses pembelajaran lebih lanjut. Proses budaya kerja untuk pekerja local, yang berhubungan dengan mentalitas adalah merasa cepat puas dengan kemampuan yang dimiliki saat ini, sehingga proses pendalaman melalui proses learning dan development masih sangat lemah seperti terlihat dari ilustrasi tersebut di atas. Pekerja asing mempunyai tekad yang cukup kuat untuk melakukan proses learning dan development. Contoh sederhananya, orang asing yang datang ke Indonesia umumnya mereka akan dengan gigih untuk belajar baik bahasa maupun budaya kita. Kemampuan manajerial pekerja asing sangat kuat terutama dalam hal: strategic planning, ketekadan untuk tetap mencapai tujuan, dan comitment kuat terhadap tanggung jawab pekerjaan. Seperti misalnya sebelum kita menunjukkan kerja keras dan berbagai usaha untuk mencapai tujuan yang telah kita tetapkan, kalau atasan kita adalah orang asing, maka dia akan terus mengejarnya sampai kita betul-betul menyerah. Sedangkan kalau kita pekerja local, biasanya sangat toleransi terhadap tujuan semula, kalau belum tercapai tidak ada usaha-usaha yang maksimal dengan menggunakan berbagai alternatif pilihan.
Untuk leadership pekerja asing lebih obyektif, tidak terpengaruh oleh rumor yang berkembang , tetapi selalu berdasarkan fakta nyata. Biasanya mereka dengan mudah bisa memisahkan masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Walaupun pekerja asing tetap mau tahu, mau mendengarkan masalah pribadi kita dengan empati, tetapi tidak akan dikaitkan dengan masalah pekerjaan kantor.. Hal lain yang menarik dari leadership, adalah kalau misalnya kita melakukan kesalahan karena ketidak pahaman kita, dengan mudah akan dimaafkan, setelah kita membikin analisa kenapa dan apa tindakan selanjutnya.
Untuk pekerja lokal lebih menekankan pada hasil akhir, yang menyebabkan mereka mudah putus asa karena masalah-masalah yang dihadapi terlalu sulit dan beranggapan tidak ada jalan keluarnya. Kondisi ini berbeda, dengan para pekerja asing yang selalu menggali ide lain, mencoba berbagai alternatif yang mungkin dengan menggunakan semua jaringan yang ada. Maka, pekerja local merasakan bahwa pekerja asing itu sebagai sumber ide, yang selalu saja ada ide-ide baru.
Gap yang terakhir dan sering merupakan gap yang paling lebar adalah “expectacy” dari berbagai hal, seperti misalnya kecepatan penyelesaiaan suatu tugas, standart kualitas, tanggung jawab, penyelesaian masalah dan lain sebagainya. Pekerja asing, terutama yang baru datang ke Indonesia, mengharapkan pekerja lokal dapat “lari” dengan kecepatan 90, sedangkan mayoritas orang kita hanya mampu lari dengan kecepatan 30. Besarnya kesenjangan ini sering menimbulkan ketidaknyamanan. Kondisi ini, menyebabkan pekerja asing sering merasa terkejut dengan kondisi kerja pekerja local dan berdampak menimbulkan kegelisahan yang dalam, sebab hasilnya masih jauh dari harapan mereka. Demikian juga pekerja local mengalami kebingungan untuk menterjemahkan kemauan atasannya, karena merasakan tekanan yang tinggi . Di sinilah perlu ada jalan tengah, pekerja asing untuk mampu beradaptasi untuk menyesuaikan dengan pola pikir dan aktivitas pekerja local, dengan cara menurunkan kecepatannya sambil memberikan pelatihan/training dan ilmu baru ke orang lokal agar meningkatkan kecepatannya dari 30 minimal menjadi 60.
2. Strategi bekerjasama dengan pekerja asing
Setelah kita mempelajari analisa kesenjangan tersebut di atas, ada beberapa hal yang harus kita lakukan untuk dapat bekerjasama dengan lebih harmonis untuk meningkatkan produktivitas kerja seperti terlihat dalam bagan berikut :
Adapun strategi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Commitment
salah satu kelemahan pekerja local yang tidak disukai oleh pekerja asing adalah komitmen, misalnya kepatuhan akan dead line. Pekerja asing tidak mau mendengar kata-kata “ secepatnya akan kita usahakan”, tetapi dia ingin “tanggal berapa, jam berapa akan selesai”. Apabila pekerja lokal sudah tepat waktu, namun masih ada kekurang sempurnaan, biasanya pekerja asing masih bisa memahami, dari pada menagtakan “ belum selesai atau belum sempat”.
2. Honesty
Kejujuran bukan hanya dalam hal keuangan, tetapi juga dalam hal lainnya. Pekerja asing akan lebih senang, bila pekerja lokal mengatakan “ belum’ dengan jujur, dari pada memberikan banyak alasan yang sebenarnya “belum”. Sebaiknya kita mengatakan dengan jujur bahwa kita belum mengerti apa yang dia maksud dari pada kita berpura-pura mengerti.
3. Attention to Detail
Seperti disebutkan diatas, sebenarnya dari segi skill dan knowledge kita tidak terlalu kalah, tetapi kita sering kurang serius untuk memahami sesuatu secara dalam dan detail. Pekerja asing akan lebih menghargai kalau kita dalam melakukan sesuatu tugas dilakukan secara detail dan sampai ke hal-hal yang kecil.
4. To The Point
Seringkali orang kita apabila melakukan kesalahan akan mencari seribu alasan, tanpa mencoba melakukan introspeksi mengapa terjadi kesalahan. Orang asing biasanya lebih suka kalau kita “to the point“ bahwa kita keliru dan tunjukan langkah antisipasi ke depan yang akan kita laksanakan.
5. Check List System
Janganlah sampai lupa untuk menindaklanjuti tugas yang dibebankan kepada kita, sering kali kita menjawab lupa. Pekerja asing tidak menyukai terhadap jawaban lupa, oleh sebab itu buatlah daftar tuga-tugas yang harus ditindaklanjuti dan tuliskan catatan-catatan apa dan kapan kita telah melakukan atau memulai tindak lanjut.
6. Quality Focus
Pekerja asing umumnya sangat berpegang pada ukuran kualitas yang tinggi, apalagi kita berbicara di industri jasa. Kita juga harus betul-betul tunjukan kualitas yang terbaik baik dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan berulangkali melakukan perbaikan dan evaluasi.
7. Selling Ideas
Salah satu kelemahan manajer lokal biasanya ketidak mampuan dan ketidak beranian menjual ide-ide. Kalaupun ada sering kurang mampu mengemas ide-ide tersebut secara logika, sehingga bisa dibeli oleh pekerja asing. Pekerja asing biasanya sangat menghargai ide-ide yang disampaikan secara lengkap baik logika maupun kronologisnya.
8. Improvement
Seperti telah disebutkan dalam analisa kesenjangan bahwa pekerja asing sering punya harapan agar kita bisa lari dengan kecepatan 90, sementara saat ini kita masih di level 30. Perlu sekali kita terus menerus melakukan pembelajaran untuk meningkatkan daya saing dan kecepatan kita.
Penutup
Skema: PERILAKU ORGANISASI/PERUSAHAAN
SEKMEPERILAKU ORGANISASI/ PERUSAHAAN
DAFTAR PUSTAKA
· Craig Hickman, et al., 1996, The Fourth Dimension, Canada, John Wiley & Sons, Inc.
· Joh W. Berry, et al., 1999, Psikologi Lintas Budaya : Riset dan Aplikasinya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Daftar Pustaka
Craig Hickman, et al., 1996, The Fourth Dimension, Canada, John Wiley & Sons, Inc.
Hawkins, Del I., dkk, 1998, Consumer Behaviour Building Marketing Strategy, Seventh Edition, Boston, Irwin McGraw-Hill
Joh W. Berry, et al., 1999, Psikologi Lintas Budaya : Riset dan Aplikasinya, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sharon S. Brehm, Saul M. Kassin, 1990, Social Psychology, Boston-USA, Houghton Mifflin Company.
Stan Kossen, 1993, Aspek Manusiawi Dalam Organisasi, Jakarta, Penerbit Erlangga.
Wayne Weiten, 2000, Psychology : edisi ke-4, Belmont-California, Wadsworth Publishing Company.
No comments:
Post a Comment